Total Tayangan Halaman

(Sekilas) Hikayat Pengakuan Keris Indonesia oleh UNESCO


Pengakuan UNESCO atas Keris Indonesia sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia pada tanggal 25 November 2005 pantas membuat kita bangga dan berbesar hati. Keris Indonesia diusulkan sebagai Karya Agung Budaya Lisan dan Takbenda Warisan Manusia (Masterpiece of the oral and Intangible Cultural Heritage of Humanity) yang pada saat itu diprakarsai oleh Prof. Dr. Sri Hastanto sebagai Deputi Nilai Budaya, Seni dan Film, pada bulan Mei 2004 hingga berhasil pada bulan Nopember 2005. Hal tersebut dicetuskan sebagai ide susulan atas diakuinya Wayang Indonesia oleh UNESCO yang diproses pada 2002-2003. Paguyuban DAMARTAJI yang dipimpin oleh Bapak Haryono Haryoguritno ditunjuk oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, melalui Surat Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Dr. Meutia F. Swasono No.172/ND.Dept.I/KKP/04 pada tanggal 2 Agustus 2004, kemudian disusul Surat Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Gede Ardika No.KM.50/ot/006/MKP/2004 pada tanggal 10 Agustus 2004, untuk menyusun berkas nominasi Keris Indonesia kepada UNESCO. Berkas awal yang masih berupa draft nominasi dipresentasikan di depan wakil dari paguyuban, tokoh perkerisan, narasumber, para akademisi dan tamu-tamu undangan dalam Seminar Perkerisan Nasional di Museum Nasional pada bulan Oktober 2004. Setelah menyaring dan mengakomodir berbagai masukan dan pendapat dari semua kalangan, maka naskah nominasi yang sudah lengkap kemudian disampaikan kepada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, untuk dikirim kepada UNESCO. 

Lantas, Apa saja Aspek Penilaian Keris Oleh UNESCO itu?
Pada awalnya, pengakuan atas Keris Indonesia oleh UNESCO masuk dalam program Masterpieces. Program Masterpieces sudah dicanangkan oleh UNESCO sejak tahun 1997, dan mulai diproklamasikan beberapa Masterpieces pada tahun 2003 dan 2005. Kemudian tidak dilanjutkan lagi setelah Konvensi UNESCO tahun 2006 tentang Perlindungan Warisan Budaya Takbenda mulai berlaku pada 20 April 2006. Warisan budaya Masterpieces yang sudah diakui sebelumnya, termasuk Wayang Indonesia dan Keris Indonesia, lalu terinskripsi otomatis dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia di bawah konvensi 2003 saat sidang ke-3 Komite Antar-Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda di Istanbul Turki pada tanggal 4 Nopember 2008. Sejak Indonesia resmi meratifikasi konvensi tahun 2003 tentang Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritage) pada tahun 2008, persoalan pelestarian budaya perkerisan menjadi tanggung jawab kita bersama, baik pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, maupun perseorangan.

Kriteria suatu Mata Budaya dimasukkan Inskripsi oleh UNESCO adalah:
  1.  Menunjukkan nilai-nilai yang menonjol sebagai karya agung kejeniusan kreatif manusia. 
  2. Memperlihatkan bukti luas mengenai akar-akar dalam tradisi budaya atau sejarah budaya dari komunitas yang terkait. 
  3. Merupakan sebuah cara untuk memastikan identitas kultural dari komunitas budaya terkait.
  4. Memberikan bukti keunggulan dalam aplikasi ketrampilan dan kualitas teknis yang ditampilkan. 
  5. Menegaskan nilai mereka sebagai kesaksian unik tradisi budaya yang hidup. 
  6. Merupakan keberadaan yang berada dalam resiko degradasi atau lenyap.

Bila Inskripsi Keris Indonesia masuk ke dalam Daftar Representatif, otomatis Indonesia terikat tanggung jawab untuk terus memenuhi kriteria sesuai dengan yang telah ditetapkan. Ada lima kriteria dalam Daftar Representatif, yaitu:
  1. Mata Budaya Keris Indonesia merupakan Warisan Budaya Takbenda seperti yang dimaktubkan dalam Konvensi pasal 2.
    Warisan Budaya Takbenda menurut Pasal 2 Ayat 1 dan 2 Konvensi 2003 UNESCO sebagai berikut:
    1.    ”Warisan budaya takbenda” meliputi segala praktek, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan-serta alat-alat, benda (alamiah), artefak dan ruang-ruang budaya terkait dengannya--yang diakui oleh berbagai komunitas, kelompok, dan dalam hal tertentu perseorangan sebagai bagian warisan budaya mereka. Warisan budaya takbenda ini, yang diwariskan dari generasi ke generasi, senantiasa diciptakan kembali oleh berbagai komunitas dan kelompok sebagai tanggapan mereka terhadap lingkungannya, interaksinya dengan alam, serta sejarahnya, dan memberikan mereka rasa jati diri dan keberlanjutan, untuk memajukan penghormatan keanekaragaman budaya dan daya cipta insani. Untuk kepentingan Konvensi ini, pertimbangan akan diberikan hanya kepada warisan budaya takbenda yang cocok dengan perjanjian-perjanjian internasional yang ada mengenai hak-hak asasi manusia, serta segala persyaratan saling menghormati antara berbagai komunitas, kelompok, dan dalam hal tertentu perseorangan, serta pembangunan yang berkelanjutan.
    2.   “Warisan budaya takbenda”, sebagaimana didefinisikan dalam ayat 1 di atas, diwujudkan antara lain di bidang-bidang berikut:
    a)    tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa sebagai wahana warisan budaya takbenda;
    b)   seni pertunjukan;
    c)    adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan-perayaan; \
    d)   pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta;
    e) kemahiran kerajinan tradisional. Budaya takbenda juga dikenal dengan istilah “budaya hidup”.
  2.  Inskripsi Mata Budaya Keris Indonesia memberikan sumbangan pada penjaminan visibilitas dan makna Warisan Budaya Takbenda, serta menggairahkan dialog yang menghidupkan karakter keanekaragaman budaya bangsa-bangsa di dunia serta memberikan kesaksian atas kreativitas manusia.
  3.  Tindakan pelestarian yang dapat melindungi Mata Budaya yang berkaitan, dalam hal ini adalah Keris Indonesia, dengan keikutsertaan komunias, kelompok, atau perorangan dalam perumusan maupun pelaksanaannya.
  4. Mata Budaya Keris Indonesia telah dinominasikan dengan keterlibatan dan keturutsertaan seluas-luasnya dari komunitas, kelompok dan perseorangan atas persetujuan mereka secara sukarela dan sepengetahuan mereka yang terlibat.
  5.  Mata Budaya Keris Indonesia tercatat dalam inventaris Warisan Budaya Takbenda yang ada pada teritori negara pihak yang bersangkutan, seperti yang didefinisikan di Konvensi pasal 11 dan pasal 12.

Sebuah mata budaya dapat saja dicoret dari Daftar Representatif bila Komite memutuskan bahwa Mata Budaya tersebut tidak memenuhi lagi satu atau lebih kriteria untuk masuk Inskripsi dalam daftar tersebut. Hal yang sangat mendasar adalah kriteria pelestarian. Tindakan pelestarian Keris Indonesia menurut UNESCO adalah:
  • Ada upaya pelestarian yang melibatkan komunitas.
  • Ada tindakan pelestarian yang diusulkan untuk pelestarian skala prioritas, penanggung jawab dll.
  • Komitmen dari komunitas, kelompok, ataupun perseorangan.
  • Komitmen Pihak Negara untuk mendukung upaya pelestarian.
Sampai saat ini, belum pernah ada mata budaya yang tercoret dari Daftar Representatif maupun dalam Dua Daftar lain yang didirikan di bawah Konvensi 2003. Dua daftar lainnya adalah Daftar Best Practices dan Urgent Safeguarding. Indonesia telah mengesahkan Konvensi 2003 UNESCO melalui Peraturan Presiden No. 78 tertanggal 5 Juli 1997, dan secara resmi menjadi Negara Pihak Konvensi sejak 15 Januari 2008. Dalam Daftar Representatif, Pemerintah wajib memberikan laporan periodik per 6 tahun sekali untuk atas warisan budaya yang telah terinskripsi. Sedangkan untuk Daftar Urgent Safeguarding setiap 4 tahun sekali. Artinya, bila dihitung sejak 2008, maka Keris Indonesia dilaporkan secara periodik ke UNESCO pada tahun 2014 dan pelaporan selanjutnya adalah pada tahun 2020. Pihak penanggung jawab dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Kebudayaan melalui Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya.
Penetapan Keris Sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO
UNESCO menerima berkas Nominasi yang disampaikan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, dengan permintaan perbaikan kecil pada berkas. Perbaikan yang diminta hanya berupa data kecil yang semula dalam bentuk narasi diubah menjadi presentasi berbentuk tabel dan ditambahkan dengan satu rujukan kecil. Berkas nominasi lantas diperiksa oleh Sekretariat UNESCO, beserta pakar-pakar budaya yang ditunjuk oleh UNESCO. Selanjutnya, Keris Indonesia diproklamasikan sebagai Karya Agung Budaya Lisan dan Takbenda Warisan Manusia dalam piagam yang ditandatangai Dirjen UNESCO Koichiro Matsuura pada tanggal 25 November 2005. Piagam Proklamasi yang asli diserahkan Dirjen UNESCO Koichiro Matsuura kepada Bapak Jusuf Kalla selaku Wakil Presiden RI pada tanggal 2 Desember 2005 di Istana Wakil Presiden.


**Sumber:
  • ·      Bahan Ajar Muatan Lokal Bidang Kebudayaan; Keris., hlm. 3-7.,
  • ·    KRT. Gaura Mancacaritadipura, Nominasi Keris Indonesia Kepada UNESCO: Sejarah Perjuangan dan Konsekuensinya, dalam buku Keris dalam Perspektif Keilmuan.


Komentar

Postingan Populer