Total Tayangan Halaman

Kyai Mijil

"Dedalanne guna lawan sekti
Kudu andhap asor
Wani ngalah dhuwur wekasane
Tumungkula yen dipundukanni
Ruruh sarwa wasis
Samubarangipun"(Mijil)


Anda pernah mendengar alunan syair tembang di atas? jika pernah masa kecil anda bahagia, hehehe. Syair di atas merupakan syair dari tembang Mijil. Secara kebetulan, tembang ini juga mengingatkan tentang salah satu koleksi Galeri Omah Nara, Kyai Mijil. Ringkasnya, tembang Mijil di atas menceritakan  mengenai bagaimana menjadi sosok orang yang baik, rendah hati, mau mengalah, dan juga ramah. Mijil merupakan salah satu tembang yang melambangkan perjalanan hidup anak manusia, yang terlahir di dunia ini dalam keadaan suci dan lemah serta membutuhkan kasih sayang dan perlindungan. Bila ditelisik lebih dalam, Mijil juga berarti keluar/mbrojol dalam bahasa jawa. Pesan dasar dari tembang ini adalah menggambarkan keterbukaan yang sesuai dalam mengeluarkan kisah kebajikan, cerita dan petuah kehidupan.

Sebagai sebuah rangkaian, tembang Mijil berkait erat dengan tembang-tembang Macapat yang lain. Tembang Macapat merupakan tembang yang mengisahkan tahap kehidupan manusia dari lahir, kanak-kanak, dewasa, hingga akhirnya meninggal dunia. Ia merupakan tembang yang penuh dengan makna dan pesan filsafat yang tinggi. Tembang ini mengisahkan bagaimana kehidupan ini berjalan dan harus dijalani oleh manusia. Pada masa awal penyebaran islam di tanah Jawa di jaman Wali Songo, tembang ini menjadi media dalam berdakwah dan mengenalkan Islam kepada masyarakat jawa kala itu. Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, Sunan Kudus dan Sunan Bonang dikenal sebagai Wali Songo yang mempopulerkan tembang tersebut dan mampu meramu dengan apik sehingga mudah diterima oleh masyarakat. Hal ini membuktikan, agama dan budaya memiliki keterkaitan satu dan lainnya dan tidak bisa ditinggalkan. Kesemuanya saling membutuhkan.

Berikut ini adalah urut-urutan siklus hidup manusia yang termaktub dalam tembang Macapat;

1. Maskumambang (dalam kandungan)
Dalam bahasa jawa "kumambang" yang berarti mengambang. Menggambarkan bayi manusia yang masih berada dalam rahim ibu. Pada titik ini ruh ditiupkan dan bayi siap untuk hadir di dunia. 

2. Mijil (lahir)
Dalam bahasa jawa mijil juga sering disebut dengan mbrojol, yang berarti muncul atau keluar. Menggambarkan tentang kelahiran manusia di dunia. Manusia diciptakan berbeda-beda, beda suku, beda wilayah tinggal agar saling mengenal satu dan lainnya.

3. Sinom (muda)
Dalam bahasa jawa "nom" yang berarti muda. Menggambarkan cerita manusia pada saat muda yang penuh dengan keinginan dan harapan, indah penuh dengan angan-angan, cita-cita dan mencari ilmu untuk mewujudkannya.

4. Kinanthi (tuntunan)
Dalam bahasa jawa "kanthi" yang berarti tuntunan atau dituntun untuk menggapai masa depan. Menggambarkan masa di mana manusia membentuk jatidiri dan meniti jalan menuju cita-cita. Dalam proses ini, tuntunan yang baik akan membantu dalam pencapaian cita tersebut, sebaliknya tuntunan yang kurang baik akan menjerumuskan hidup kita dalam lembah kenistaan.

5. Asmarandana (asmara)
Dalam bahasa jawa juga disebut dengan "tresna" yang berarti sayang, cinta atau kasmaran. Menggambarkan masa di mana manusia dirundung asmara, dimabuk cinta, ditenggelamkan dalam lautan kasih.

6. Gambuh (bersatu)
Gambuh berasal dari kata “jumbuh" yang berarti bersatu bersatu, yakni menyatukan kasih sayang dan cinta yang sudah terbangun tersebut dalam rumah tangga.Menggambarkan komitmen manusia yang sudah menyatakan cinta dan siap untuk berumah tangga.

7. Dhandhanggula (senang)
Dalam bahasa jawa "kasembadan" yang berarti kesenangan. Menggambarkan keberhasilan, kesuksesan dalam membina rumah tangga dan cita-cita yang tercapai.

8. Durma (dermawan)
Dalam bahasa jawa "darma" yang berarti dermawan dan senang bersedekah. Menggambarkan bahwa manusia yang telah diberi kemudahan dan kebaikan serta kecukupan wajib mewujudkan rasa syukur dengan cara mendermakan (mensedekahkan) hartanya kepada sesama. Hal ini merupakan wujud dari kesetiakawanan sosial, empati sosial atas nasib saudara kita yang kurang beruntung.

9. Pangkur (menjauhi hawa nafsu)
Dalam bahasa jawa "mungkur" berarti menjauhi. Menggambarkan manusia yang menyingkirkan hawa nafsu angkara murka, nafsu negatif yang menggerogoti jiwanya. Menyingkirkan hawa nafsu penting agar hidup kita selamat di dunia dan akhirat. Salah satunya dengan mengupayakan diri kita untuk rajin berpuasa untuk menjaga hawa lahir dan godaan bathin.

10. Megatruh (kematian)
Dalam bahasa jawa "megat ruh" yang berarti keluarnya ruh dari tubuh atau wadag kita. Fase ini menggambarkan kematian manusia. Mengingatkan pada kita bahwa tiada yang abadi, semua akan kembali kepada Pencipta.

11. Pocung (dibungkus mori putih/ Pocong)
Dalam bahasa jawa "pocong" berarti sudah dibungkus. Menggambarkan setelah mati, manusia lalu dimandikan, dishalatkan, dan siap dikuburkan.

Perjalanan tembang Macapat ini menghadirkan kembali pada diri kita, mengingatkan bahwa manusia adalah makhluk fana yang akan mengalami dan menjalani proses hidup secara berurutan dan kita wajib menjalaninya dengan sungguh dan baik. Apa yang ada dalam diri kita saat ini haruslah disukuri dan menjadi media bagi kita untuk terus memuliakan semesta ini.

Komentar

Postingan Populer