Sekilas Pengakuan Keris Indonesia Oleh Unesco
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri berbagai etnis suku bangsa, dengan sejarah peradaban yang panjang. Bermula dari zaman prasejarah dengan penemuan fosil-fosil dan artefak peradaban yang usianya sangat tua dibandingkan daerah lain di sekitarnya, hingga peradaban budaya di masa
kemerdekaan Indonesia pasca kolonial asing. Kebudayaan Indonesia telah menorehkan pencapaiannya yang tinggi, beberapa di antaranya sudah diakui oleh dunia. Sejak zaman penjajahan, kaum kolonialis sudah berdecak takjub mengagumi keindahan kebudayaan wilayah jajahannya,
sehingga tidak heran bila banyak peninggalan budaya kita yang bernilai sejarah dan seni yang tinggi telah diboyong diboyong ke luar negeri, sejak dulu dan masih berlangsung hingga kini. Adalah tugas seluruh anak bansa untuk sadar melindungi, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan bangsanya.
kemerdekaan Indonesia pasca kolonial asing. Kebudayaan Indonesia telah menorehkan pencapaiannya yang tinggi, beberapa di antaranya sudah diakui oleh dunia. Sejak zaman penjajahan, kaum kolonialis sudah berdecak takjub mengagumi keindahan kebudayaan wilayah jajahannya,
sehingga tidak heran bila banyak peninggalan budaya kita yang bernilai sejarah dan seni yang tinggi telah diboyong diboyong ke luar negeri, sejak dulu dan masih berlangsung hingga kini. Adalah tugas seluruh anak bansa untuk sadar melindungi, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan bangsanya.
Sejak Indonesia menjadi Negara Pihak Konvensi 2003 tentang Perlindungan Warisan Budaya Takbenda, Indonesia dengan kesadaran berkewajiban menjagahal-hal budaya seperti yang tertera dalam konvensi tersebut. Setelah pengakuan “Wayang Indonesia”, kemudian “Keris Indonesia” diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya takbenda dunia, yang disusul oleh “Angklung”, “Tari Saman” dan “Noken” dari Papua. Pengakuan dunia atas budaya kita, khususnya “Keris”, sebagai warisan budaya takbenda dunia pada 25 November 2005, membuat kita bangga sekaligus bersiap diri untuk melaksanakan amanat dunia. Selain bertanggung jawab atas kepercayaan dunia, Indonesia juga berkewajiban menjaga kebudayaannya, khususnya Warisan Budaya Takbenda, berdasarkan payung hukum:
1. Pasal 32 Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa ”Negara
memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah-tengah peradaban
dunia dengan memberi kebebasan kepada masyarakat untuk memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya”;
2. Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional 2005-2025;
4 Materi Muatan Lokal Bidang Kebudayaan: Keris
3. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 78 Tahun 2007 tentang Pengesahan
Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda (Convention for the
Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage);
4. Perjanjian Kerjasama antara Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dengan
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia No.PKS.46/KS.001/MKP/07
dan No.M-12.UM.06.07 Perjanjian ini membahas tentang Perlindungan,
Pengembangan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Ekspresi Budaya Warisan
Tradisional Milik Bangsa Indonesia;
5. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata Nomor 42 Tahun 2009 dan Nomor 40 Tahun 2009 mengenai
Pedoman Pelestarian Kebudayaan Klasifikasi Warisan Budaya Takbenda (Gaura
Mancacaritadipura, 2010).
1. Pasal 32 Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa ”Negara
memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah-tengah peradaban
dunia dengan memberi kebebasan kepada masyarakat untuk memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya”;
2. Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional 2005-2025;
4 Materi Muatan Lokal Bidang Kebudayaan: Keris
3. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 78 Tahun 2007 tentang Pengesahan
Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda (Convention for the
Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage);
4. Perjanjian Kerjasama antara Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dengan
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia No.PKS.46/KS.001/MKP/07
dan No.M-12.UM.06.07 Perjanjian ini membahas tentang Perlindungan,
Pengembangan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Ekspresi Budaya Warisan
Tradisional Milik Bangsa Indonesia;
5. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata Nomor 42 Tahun 2009 dan Nomor 40 Tahun 2009 mengenai
Pedoman Pelestarian Kebudayaan Klasifikasi Warisan Budaya Takbenda (Gaura
Mancacaritadipura, 2010).
Hal-hal yang dimaksudkan sebagai Warisan Budaya Takbenda menurut definisi yang diberikan dalam Pasal 2 Ayat 1 dan 2 Konvensi 2003 UNESCO sebagai berikut:
”Warisan budaya takbenda” meliputi segala praktek, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan--serta alat-alat, benda (alamiah), artefak dan ruang-ruang budaya terkait dengannya--yang diakui oleh berbagai komunitas, kelompok, dan dalam hal tertentu perseorangan sebagai bagian warisan budaya mereka. Warisan budaya takbenda ini, yang diwariskan dari generasi ke generasi, senantiasa diciptakan kembali oleh berbagai komuniti dan kelompok sebagai tanggapan mereka terhadap lingkungannya, interaksinya dengan alam, serta sejarahnya, dan memberikan mereka rasa jati diri dan keberlanjutan, untuk memajukan penghormatan keanekaragaman budaya dan daya cipta insani. Untuk kepentingan Konvensi ini, pertimbangan akan diberikan hanya kepada warisan budaya takbenda yang cocok dengan perjanjian-perjanjian internasional yang ada mengenai hak-hak asasi manusia, serta segala persyaratan saling menghormati antara berbagai komunitas, kelompok, dan dalam hal tertentu perseorangan, serta pembangunan yang berkelanjutan.
“Warisan budaya takbenda”, sebagaimana didefinisikan dalam ayat 1 di atas, diwujudkan antara lain di bidang-bidang berikut:
a) tradisi dan ekspresi lisan, yang termasuk bahasa sebagai wahana warisan
budaya takbenda;
budaya takbenda;
b) seni pertunjukan;
c) adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan-perayaan;
d) pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta;
e) kemahiran kerajinan tradisional. Budaya takbenda juga dikenal dengan
Pengusulan Keris Sebagai Warisan Budaya Takbenda
Keris Indonesia diusulkan sebagai Karya Agung Budaya Lisan dan Takbenda Warisan Manusia (Masterpiece of the oral and Intangible Cultural Heritage of Humanity) sejak diprakarsai oleh Prof. Dr. Sri Hastanto sebagai Deputy Nilai Budaya, Seni dan Film, pada bulan Mei 2004 hingga berhasil pada bulan Nopember 2005. Hal tersebut dicetuskan sebagai ide susulan atas diakuinya Wayang Indonesia oleh UNESCO yang diproses pada 2002-2003. Paguyuban DAMARTAJI yang dipimpin oleh Ir. Haryono Haryoguritno, ditunjuk Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, melalui Surat Deputi Bidang Pelestarian dan PengembanganKebudayaan Dr. Meutia F. Swasono No.172/ND.Dept.I/KKP/04 pada tanggal 2 Agustus 2004, kemudian disusul Surat Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Gede Ardika No.KM.50/ot/006/MKP/2004 pada tanggal 10 Agustus 2004, untuk menyusun berkas nominasi Keris Indonesia kepada UNESCO.
Berkas awal masih berupa draft nominasi dipresentasikan di depan wakil dari paguyuban, narasumber, para akademisi dan tamu-tamu undangan dalam Seminar Perkerisan Nasional di Museum Nasional pada Oktober 2004. Lalu nominasi yang sudah lengkap disampaikan kepada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, untuk dikirim kepada UNESCO.
Keris Indonesia diusulkan sebagai Karya Agung Budaya Lisan dan Takbenda Warisan Manusia (Masterpiece of the oral and Intangible Cultural Heritage of Humanity) sejak diprakarsai oleh Prof. Dr. Sri Hastanto sebagai Deputy Nilai Budaya, Seni dan Film, pada bulan Mei 2004 hingga berhasil pada bulan Nopember 2005. Hal tersebut dicetuskan sebagai ide susulan atas diakuinya Wayang Indonesia oleh UNESCO yang diproses pada 2002-2003. Paguyuban DAMARTAJI yang dipimpin oleh Ir. Haryono Haryoguritno, ditunjuk Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, melalui Surat Deputi Bidang Pelestarian dan PengembanganKebudayaan Dr. Meutia F. Swasono No.172/ND.Dept.I/KKP/04 pada tanggal 2 Agustus 2004, kemudian disusul Surat Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Gede Ardika No.KM.50/ot/006/MKP/2004 pada tanggal 10 Agustus 2004, untuk menyusun berkas nominasi Keris Indonesia kepada UNESCO.
Berkas awal masih berupa draft nominasi dipresentasikan di depan wakil dari paguyuban, narasumber, para akademisi dan tamu-tamu undangan dalam Seminar Perkerisan Nasional di Museum Nasional pada Oktober 2004. Lalu nominasi yang sudah lengkap disampaikan kepada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, untuk dikirim kepada UNESCO.
Aspek Penilaian Keris Oleh UNESCO
Program Masterpieces dicanangkan oleh UNESCO sejak tahun 1997, dan mulai diproklamasikan beberapa Masterpieces pada tahun 2001, 2003 dan 2005. Kemudian tidak dilanjutkan lagi setelah Konvensi UNESCO tahun 2006 tentang Perlindungan Warisan Budaya Takbenda mulai berlaku pada 20 April 2006. Warisan budaya Masterpieces yang sudah diakui tsebelumnya, termasuk Wayang Indonesia dan Keris Indonesia, lalu terinskripsi otomatis dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia di bawah konvennsi 2003 saat Sidang Biasa ke-3 Komite Antar- Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda di Istanbul Turki pada tanggal 4 Nopember 2008.
Kriteria suatu Mata Budaya dimasukkan Inskripsi oleh UNESCO adalah:
Program Masterpieces dicanangkan oleh UNESCO sejak tahun 1997, dan mulai diproklamasikan beberapa Masterpieces pada tahun 2001, 2003 dan 2005. Kemudian tidak dilanjutkan lagi setelah Konvensi UNESCO tahun 2006 tentang Perlindungan Warisan Budaya Takbenda mulai berlaku pada 20 April 2006. Warisan budaya Masterpieces yang sudah diakui tsebelumnya, termasuk Wayang Indonesia dan Keris Indonesia, lalu terinskripsi otomatis dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia di bawah konvennsi 2003 saat Sidang Biasa ke-3 Komite Antar- Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda di Istanbul Turki pada tanggal 4 Nopember 2008.
Kriteria suatu Mata Budaya dimasukkan Inskripsi oleh UNESCO adalah:
1. Menunjukkan nilai-nilai yang menonjol sebagai karya agung kejeniusan kreatif manusia.
2. Memperlihatkan bukti luas mengenai akar-akar dalam tradisi budaya atau sejarah
budaya dari komunitas yang terkait.
3. Merupakan sebuah cara untuk memastikan identitas kultural dari komunitas
budaya terkait.
4. Memberikan bukti keunggulan dalam aplikasi ketrampilan dan kualitas teknis
yang ditampilkan.
5. Menegaskan nilai mereka sebagai kesaksian unik tradisi budaya yang hidup.
6. Merupakan keberadaan yang berada dalam resiko degradasi atau lenyap.
Bila Inskripsi Keris Indonesia masuk ke dalam Daftar Representatif, otomatis
Indonesia terikat untuk terus memenuhi kriteria yang ditentukan berkaitan dengan
hal perkerisan. Ada lima kriteria dalam Daftar Representatif, yaitu:
1. Representatif pertama. Mata Budaya Keris Indonesia merupakan Warisan
Budaya Takbenda seperti yang dimaktubkan dalam Konvensi pasal 2.
2. Representatif kedua. Inskripsi Mata Budaya Keris Indonesia memberikan
sumbangan pada penjaminan visibilitas dan makna Warisan Budaya Takbenda,
serta menggairahkan dialog yang menghidupkan karakter keanekaragaman budaya
bangsa-bangsa di dunia serta memberikan kesaksian atas kreativitas manusia.
3. Representatif ketiga. Tindakan pelestarian yang dapat melindungi Mata Budaya
yang berkaitan, dalam hal ini adalah Keris Indonesia, dengan keikutsertaan
komunias, kelompok, atau perorangan dalam perumusan maupun pelaksanaannya.
4. Representatif keempat. Mata Budaya Keris Indonesia telah dinominasikan
dengan keterlibatan dan keturutsertaan seluas-luasnya dari komunitas, kelompok
dan perseorangan atas persetujuan mereka secara sukarela dan sepengetahuan
mereka yang terlibat.
5. Representatif kelima. Mata Budaya Keris Indonesia tercatat dalam inventaris
Warisan Budaya Takbenda yang ada pada teritori negara pihak yang
bersangkutan, seperti yang didefinisikan di Konvensi pasal 11 dan pasal 12. (Gaura
Mancacaritadipura, 2010)
2. Memperlihatkan bukti luas mengenai akar-akar dalam tradisi budaya atau sejarah
budaya dari komunitas yang terkait.
3. Merupakan sebuah cara untuk memastikan identitas kultural dari komunitas
budaya terkait.
4. Memberikan bukti keunggulan dalam aplikasi ketrampilan dan kualitas teknis
yang ditampilkan.
5. Menegaskan nilai mereka sebagai kesaksian unik tradisi budaya yang hidup.
6. Merupakan keberadaan yang berada dalam resiko degradasi atau lenyap.
Bila Inskripsi Keris Indonesia masuk ke dalam Daftar Representatif, otomatis
Indonesia terikat untuk terus memenuhi kriteria yang ditentukan berkaitan dengan
hal perkerisan. Ada lima kriteria dalam Daftar Representatif, yaitu:
1. Representatif pertama. Mata Budaya Keris Indonesia merupakan Warisan
Budaya Takbenda seperti yang dimaktubkan dalam Konvensi pasal 2.
2. Representatif kedua. Inskripsi Mata Budaya Keris Indonesia memberikan
sumbangan pada penjaminan visibilitas dan makna Warisan Budaya Takbenda,
serta menggairahkan dialog yang menghidupkan karakter keanekaragaman budaya
bangsa-bangsa di dunia serta memberikan kesaksian atas kreativitas manusia.
3. Representatif ketiga. Tindakan pelestarian yang dapat melindungi Mata Budaya
yang berkaitan, dalam hal ini adalah Keris Indonesia, dengan keikutsertaan
komunias, kelompok, atau perorangan dalam perumusan maupun pelaksanaannya.
4. Representatif keempat. Mata Budaya Keris Indonesia telah dinominasikan
dengan keterlibatan dan keturutsertaan seluas-luasnya dari komunitas, kelompok
dan perseorangan atas persetujuan mereka secara sukarela dan sepengetahuan
mereka yang terlibat.
5. Representatif kelima. Mata Budaya Keris Indonesia tercatat dalam inventaris
Warisan Budaya Takbenda yang ada pada teritori negara pihak yang
bersangkutan, seperti yang didefinisikan di Konvensi pasal 11 dan pasal 12. (Gaura
Mancacaritadipura, 2010)
Sebuah Mata Budaya dapat saja dicoret dari Daftar Representatif bila Komite memutuskan bahwa Mata Budaya tersebut tidak memenuhi lagi satu atau lebih kriteria untuk masuk Inskripsi dalam daftar tersebut. Hal yang sangat mendasar adalah kriteria pelestarian. Tindakan pelestarian Keris Indonesia menurut UNESCO adalah:
a. Ada upaya pelestarian yang melibatkan komunitas .
b. Ada tindakan pelestarian yang diusulkan untuk pelestarian skala prioritas,
penanggung jawab dll.
c. Komitnen dari komunitas, kelompok, ataupun perseorangan.
d. Komitmen Pihak Negara untuk mendukung upaya pelestarian.
a. Ada upaya pelestarian yang melibatkan komunitas .
b. Ada tindakan pelestarian yang diusulkan untuk pelestarian skala prioritas,
penanggung jawab dll.
c. Komitnen dari komunitas, kelompok, ataupun perseorangan.
d. Komitmen Pihak Negara untuk mendukung upaya pelestarian.
Penetapan Sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO
UNESCO menerima berkas Nominasi yang disampaikan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, dengan permintaan perbaikan kecil pada berkas. Perbaikan yang diminta hanya berupa data kecil yang semula dalam bentuk narasi diubah menjadi presentasi berbentuk tabel dan ditambahkan dengan satu rujukan kecil. Berkas nominasi diperiksa oleh Sekretariat UNESCO, beserta pakar-pakar budaya dunia yang ditunjuk oleh UNESCO. Selanjutnya, pada bulan Nopember
2005, DAMARTAJI menerima kabar bahwa nominasi keris berhasil sukses, dan Keris Indonesia sudah diproklamasikan sebagai Karya Agung Budaya Lisan dan Takbenda Warisan Manusia dalam piagam yang ditandatangai Dirjen UNESCO tertanggal 25 Nopember 2005 (Gaura Mancacaritadipura, 2010). Piagam Proklamasi yang asli diserahkan Dirjen UNESCO Koichiro Matsuura kepada Bapak Jusuf Kalla selaku Wakil Presiden UI kala itu, di Istana Wakil Presiden. Lampiran berkas nominasi berupa laporan keuangan dana riset yang dibiayai Pemerintah Jepang melalui UNESCO dan oleh para donatur pribadi yang telah diperiksa oleh akuntan publik, segera dikirim kepada UNESCO.
UNESCO menerima berkas Nominasi yang disampaikan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, dengan permintaan perbaikan kecil pada berkas. Perbaikan yang diminta hanya berupa data kecil yang semula dalam bentuk narasi diubah menjadi presentasi berbentuk tabel dan ditambahkan dengan satu rujukan kecil. Berkas nominasi diperiksa oleh Sekretariat UNESCO, beserta pakar-pakar budaya dunia yang ditunjuk oleh UNESCO. Selanjutnya, pada bulan Nopember
2005, DAMARTAJI menerima kabar bahwa nominasi keris berhasil sukses, dan Keris Indonesia sudah diproklamasikan sebagai Karya Agung Budaya Lisan dan Takbenda Warisan Manusia dalam piagam yang ditandatangai Dirjen UNESCO tertanggal 25 Nopember 2005 (Gaura Mancacaritadipura, 2010). Piagam Proklamasi yang asli diserahkan Dirjen UNESCO Koichiro Matsuura kepada Bapak Jusuf Kalla selaku Wakil Presiden UI kala itu, di Istana Wakil Presiden. Lampiran berkas nominasi berupa laporan keuangan dana riset yang dibiayai Pemerintah Jepang melalui UNESCO dan oleh para donatur pribadi yang telah diperiksa oleh akuntan publik, segera dikirim kepada UNESCO.
sumber:
Unggul Sudrajat, Donny Satriyo Wibowo, Buku Materi Muatan Lokal Bidang Kebudayaan: Keris, hlm. 3-7.
sumber sertifikatnya dmn?
BalasHapus