Total Tayangan Halaman

Sekilas tentang Keris

Sejarah keris bermula dari tradisi penggunaan senjata tikam, yang dimulai sejak zaman megalitik. Sebenarnya belati-belati logam yang menjadi prototipe awal mula keris, berkembang dari teknologi alat dan senjata batu pada zaman purba. Selanjutnya, setelah peradaban mengenal pengecoran dan penempaan logam, senjata tikam yang berwujud belati purba mulai dikembangkan. Pada mulanya, alat senjata ini lebih bersifat fungsional, untuk kebutuhan dan tuntutan dinamika zaman yang berkembang. Lambat laun, terjadi perumitan pada tradisi senjata tikam tersebut, baik dari sisi kompleksitas fungsi ergonomis dan aerodinamis, hingga penyematan simbol-simbol dengan makna khusus yang hendak disampaikan. Kriteria tertentu diperlukan bagi sebuah senjata untuk dapat disebut sebagai keris. Bagian ganja (guard) di bagian bawah bilah, serta bentuk bilah tikam yang melengkung condong ke dalam (condhong léléh), adalah hal penting untuk menggolongkan suatu senjata dalam ranah perkerisan. Selain itu, ciri metalurgi yang tercipta pada bilahnya juga menjadi indikasi keabsahan suatu senjata dapat digolongkan dalam keris. Semisal, bahan baja pada pinggir sisi tajam (slorok), lalu bahan besi dan pamor yang ditempakan di bagian tengah (coating/laminating).

Dewasa ini keris banyak digubah dalam selera keindahan seni murni, namun seyogyanya pembuatan keris kreasi baru tetap tidak meninggalkan fungsi dasarnya sebagai senjata tikam. Kendati dewasa ini keris sudah tidak digunakan sebagai senjata, disain ergonomis keris sebagai senjata tetap tidak boleh diabaikan. Pada masa lalu pun banyak keris pusaka yang dibuat dengan seni yang indah dan dengan bentuk yang kecil serta tipis (seperti pada patrem dan keris pesanan khusus), tetapi tetap tidak melupakan logika bentuk fungsi sebagai senjata tikam.

Sejarah singkat keris adalah belati tikam yang dikembangkan menjadi prototipe keris di pulau Jawa (zaman transisi awal Mataram Hindu-Buddha), yang mengalami perumitan pada dinasti-dinasti berikutnya, lalu disebarluaskan oleh Majapahit dengan politik Nusantara-nya ke hampir seluruh wilayah archipelago Asia Tenggara. Kemudian, keris mengalami stilasi (penggayaan) lokal pada tiap daerah, sehingga menampilkan gaya zaman pembuatan yang berbeda-beda. Kekhasan keris pada kedaerahan dan zaman masing-masing disebut dengan istilah tangguh. Berbeda dengan istilah ‘tangguh’ dalam bahasa Indonesia yang bermakna ‘tegar’ dan ‘kokoh’, tangguh dalam bahasa Jawa untuk istilah keris berarti klasifikasi berdasarkan gaya kedaerahan dan zaman pembuatan. Selain untuk menggolongkan ciri keris, istilah tangguh dalam bahasa Jawa juga digunakan untuk mengklasifikasi kuda dan burung perkutut.

Pasca kemunduran Majapahit, bermunculan kerajaan-kerajaan bercorak Islam sebagai pengisi kekuasaan selepas Majapahit. Tak berbeda dengan pendahulunya yang berkuasa dengan simbol-simbol politik, kerajaan Islam di Nusantara pun memerintah dengan simbol regalia kebesaran kerajaan. Salah satunya dengan pusaka keris, sebagai legitimasi politik dan mitos sentralisasi kekuasaan Nusantara. Alkulturasi budaya keris dalam dimensi ide, sosial, dan teknologi, dengan budaya yang bernafaskan Islam lalu kebudayaan Eropa yang menyusul datang ke Nusantara, menjadikan wajah keris menjadi semakin kompleks dan sarat dengan keberagaman. Simbol-simbol keagamaan dari Islam dan pengaruh kolonial, bercampur dengan ide-ide awal yang sudah terkristal sejak zaman megalitik hingga kejayaan kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha.

Sumber: Unggul Sudrajat, Donny Satriyo Wibowo, Bahan Ajar Muatan Lokal Keris, hlm. 8-11.

Komentar

Postingan Populer