Kader Zaman Now
Setelah posting soal anak sulung saya, Nara yang mempratekkan
gerakan mencabut dan memasukkan kembali keris ke dalam warangkanya, saya kaget
karena ternyata mendapat berbagai respon. Salah satu yang menarik adalah curhat
salah seorang kawan yang membahas mengenai nasib koleksi keris dan tosan ajinya
yang sangat banyak itu bila nantia ia tlah tiada. Ia bercerita bagaimana sejauh
ini keluarganya baik-baik saja mendukung dan memahami hobi koleksi keris yang
sudah ditekuni beberapa waktu. Namun yang menjadi kekhawatirannya adalah
mengenai nasib koleksinya ke depan karena keluarganya tidak begitu memahami
mengenai benda yang ia koleksi tersebut. Mereka hanya paham dan mahfum bahwa
benda tersebut merupakan benda sejarah, punya nilai ekonomis yang cukup
fantastis dan beberapa adalah warisan turun temurun keluarga. Cukup sampai di
situ saja. Ketertarikan untuk mempelajari lebih jauh belum terbersit sejauh
ini, apalagi anak-anaknya lebih memilih hiburan lain sebagai hobinya.
Mendengarnya, saya seperti mengingat beberapa kisah yang
saya alami sendiri saat mendapatkan berbagai tosan aji. Keberuntungan saya
mendapat keris dan tosan aji di saat banyak keluarga kolektor atau keluarga
yang mewarisi berbagai peninggalan tosan aji keluarganya tidak mampu merawat
atau meneruskan merawatnya. Antara senang dan sedih, namun harus saya akui di
situlah keberuntungan saya. Beberapa keluarga mantan kolektor yang saya kenal
masih memiliki garis trah yang jelas dengan keluarga keraton membuat saya cukup
diberikan beberapa amanah koleksi yang menurut saya menarik dan langka. Banyak
yang mengaku bahwa mereka tidak mengerti mau diapakan peninggalan tersebut,
atau yang sudah “tidak sanggup merawat” karena berbagai hal teknis dan non
teknis. Hal non teknis dalam hal ini misalnya pandangan dari keluarganya yang
melihat bahwa benda tersebut berkaitan erat dengan mistik dan spirituil.
Belajar dari hal tersebut, saya kira para pecinta tosan aji
sudah saatnya tidak lagi “egois” untuk menikmati atau mencintai keris sebagai
hobi yang sifatnya personal atau hanya dinikmati sendiri. Koleksi keris dan
tosan aji yang kita miliki sudah saatnya menjadi media komunikasi dan media
penyampai berbagai pelajaran akan kehidupan yang bisa kita berikan dan sapaikan
kepada setiap orang. Langkah pertama, saran saya mulailah dari keluarga
terdekat terlebih dahulu. Mulai dari istri, orang tua, anak, keluarga yang
setiap hari bertemu dan berinteraksi dengan kita untuk mengenal keris lebih
dalam dan baik lagi. Paling memungkinkan adalah istri dan anak-anak kita. Libatkan
misalnya anak-anak kita untuk membantu saat kita membersihkan koleksi kita.
Sedari kecil libatkan mereka. Awalnya, missal seperti saya harus merelakan dua
keris lama saya patah di ujungnya, atau beberapa bagian lepas. Ya itu resiko,
tapi di kala seperti itu jangan pernah marahi mereka. Biarkan saja, toh kita
bisa mendapatkan keris yang lain lagi. Namun ketika mereka kita marahi, takut
dan enggan melihat keris, itu bisa jadi akhir bagi kelangsungan pewarisan kita.
Yang penting jangan pernah menyerah dan istiqomah mengajak dan memberi tahu
mereka dengan baik dan menyenangkan. Mengapa kita tidak menciptakan keris baru
dengan bentuk dan relief yang mereka kenal misalnya membuat keris dengan relief
doraemon, Naruto, princes dll. Sudah saatnya kita ubah cara berfikir kita dalam
upaya mengajak anak zaman now untuk menyukai keris dan tosan aji. Jika memang
sudah besar, bisa kita mulai dengan mengajak mereka untuk meihat berbagai
koleksi keris misalnya di pameran, museum, atau dilibatkan dalam berbagai
sarasehan dan diskusi keris yang dilakukan.
Memang berat, bukan tidak mungkin akan menemukan
pertentangan. Bisa jadi penolakan muncul karena dilatarbelakangi bahwa hobi tak
bisa dipaksakan untuk sama. Jangan berpandangan bahawa misalnya kita hobi keris
maka anak kita juga wajib hobi keris, tentu tidak bisa demikian adanya. Kita
tidak sedang memaksakan keluarga atau orang terdekat kita berhobi yang sama
dengan kita, namun kita sedang mengajak mereka untuk memahami dan mengenal
keris lebih dalam. Mengenal bisa jadi jembatan mereka untuk sayang dan akhirnya
tergerak memiliki cara pandang yang sama dengan kita soal dunia koleksi keris
dan tosan aji. Sejak tulisan ini dimunculkan, saya kira belum ada kata
terlambat bagi kita untuk mulai mengajak keluarga dan anak-anak kita mengenal
keris lebih dalam. Barangkali merekalah yang akan meneruskan tampuk pelestarian
keris dan tosan aji ke depannya. Siapa yang bisa menjamin kita masih bernafas
esok hari? Tidak ada. Maka sebelum terlambat, mari lakukan. Do it!. jadikan
keluarga kita sebagai “kader” budaya kita. Kalau ndak sekarang, terus kapan
lagi? Terlalu banyak berorasi, wacana tanpa aksi ndak bagus bukan?
Komentar
Posting Komentar