Total Tayangan Halaman

298,300

Ragam Bentuk Dhapur Keris


Keris Jawa dibangun berdasarkan anatomi tubuh yang telah dipakemkan sejak zaman dahulu. Bangun tubuh keris dibagi dalam beberapa bagian yang tiap-tiap bagiannya memiliki bentuk dan kontribusi fungsi tersendiri walaupun tetap selalu menjadi suatu kesatuan bilah keris. Sebuah keris harus lengkap dengan bagian anatomi tubuhnya. Bila ada yang kurang, maka tidak dapat disebut sebagai keris yang utuh. Masing-masing bagian anatomi tubuh bilah keris memiliki bagian yang lebih detail lagi sebagai unsur pendukung yang memperkaya keadaannya.

Detail-detail bagian keris yang dapat diletakkan pada bagian tubuh keris disebut dengan ricikan. Anatomi tubuh bilah keris berfungsi sebagai wadah dasar untuk menyematkan unsur ricikan pada bagian tertentu pada bilah keris. Perbedaan ricikan yang dimiliki oleh bilah keris akan mempengaruhi penamaan dhapur-nya, karena dhapur keris memang tergantung pada ricikan yang dimiliki dalam tiap bagian anatomi tubuh bilah keris. Secara garis besar, keris Jawa dapat dibedakan dalam bentuk lurus dan berkelok. Perbedaan dua jenis bentuk keris tersebut memiliki konskuensi penamaan bagian anatomi yang berbeda pula. Keris lurus mempunyai empat pembagian anatomi, yaitu pucukan sebagai bagian keris yang paling ujung, awak-awakan atau bagian tengah tubuh, bangkèkan sebagai bagian pinggang keris bila dipersonifikasikan seperti manusia, dan terakhir adalah sor-soran yaitu bagian yang terbawah dari bilah keris. Adapun keris berkelok hanya memiliki anatomi pucukan, luk, dan sor-soran saja.

Sor-soran keris dilengkapi dengan bagian ganja, dan kadang ada yang ber-ganja iras (utuh menyatu dengan bilah). Di bagian bawah sor-soran terdapat pesi, tepat di tengah-tengah titik imbang bilah. Pesi tersebut berfungsi sebagai penyatu antara bilah dengan hulu (jejeran). Bagian sor-soran adalah tempat sebagian besar ricikan keris berada. Ada juga ricikan yang tidak berada di sor-soran, misalnya kruwingan. Ricikan jenis ini berada di atas sor-soran, terkadang memanjang hingga pucuk bilah.

Seperti telah disinggung di atas, dasar pembentuk nama dhapur keris adalah ricikan. Ricikan keris adalah detail-detail bagian keris yang berada pada anatomi tubuh bilah keris. Secara umum, penempatan ricikan keris berada di bagian sor-soran. Hal itu ditengarai untuk tetap menjaga fungsi bilah keris yang dipakai sebagai senjata tusuk, sehingga peletakan ricikan berada di bagian bawah dengan maksud tidak menganggu fungsinya sebagai senjata saat dipakai untuk menusuk. Penjelasan tentang pakem ricikan keris Jawa dapat dijumpai pada manuskrip lama. Di antaranya adalah Serat Centhini, yang banyak diacu oleh tulisan-tulisan lain tentang keris yang muncul sesudahnya. Berikut ini adalah gambar yang disarikan dari Serat Centhini yang menjelaskan detail-detail ricikan keris. Penempatan ricikan-ricikan tertentu dalam bilah dan langgam pembentukan bilah keris dibakukan menjadi ragam jenis dhapur. Dhapur adalah penamaan dari bilah keris, menurut komposisi jenis bentuk dan ricikan tertentu yang dimilikinya. Pengetahuan tentang sejarah dhapur yang beredar di masyarakat, lebih berupa sekumpulan cerita yang bersifat dongeng. Kendati berbau mitos, nama-nama dhapur yang diceritakan memang sungguh-sungguh ada dan menjadi baku dalam pengetahuan perkerisan.

Buku "Gambar Dhoewoeng" gubahan F.L. Winter mencatat 158 macam dhapur yang terdiri dari 54 keris lurus dan 104 keris luk. Masih menurut buku tersebut, keris di wilayah Surakarta hanya memakai 54 macam dhapur keris yang kemudian dibakukan di daerah itu. Menurut Raffles yang lebih meneliti wilayah Yogyakarta, dan hasil penelitiannya yang dituangkan dalam bukunya The History of Java, ia hanya mendapati 52 jenis dhapur keris. Sebenarnya banyak sekali ditemukan macam dhapur pada jenis bentuk keris lurus, yang jika dikumpulkan dapat mencapai 380 macam dhapur. Namun ada beberapa nama dhapur keris lurus yang tertulis di dalam kitab-kitab sastra Jawa yang menjadi patokan dalam pakem budaya keris, terutama yang ada di kalangan masyarakat Jawa. Sebagaimana yang tercantum di dalam ‘Serat Centhini’, Ngabei Ranggasutrasna, Centhini, Tambangraras-Amongraga, Jilid III, (Pupuh 236; bait 1-36).

beberapa contoh gambar bentuk dhapur keris sebagai berikut:





































* Referensi:
Unggul Sudrajat, Dony Satriyo Wibowo. Keris: Materi Muatan Lokal Bidang Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014 hlm. 18-21.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer