Total Tayangan Halaman

Garuda Sang Pembebas

Warangka sunggingan sandang walikat berikut bagi Galeri Omah Nara merupakan salah satu koleksi istimewa karena terinspirasi dari kisah sang Garuda, putra Dewi Winata yang berjuang menyelamatkan kehormatan ibunya yang diperbudak oleh Dewi Kadru. Kisah apik ini diabadikan dalam kitab Adiparwa (Sanskerta: आदिपर्व, Ādiparva) yang merupakan kitab ringkasan kisah Mahabharata, nenek moyang keluarga Bharata, hingga masa muda Pandawa dan Kurawa. Salah satu bagian yang menarik adalah kisah mengenai Sang Winata dan Sang Kadru yang melahirkan kisah sang Garuda. Karena kemurnian hati, tekad dan tujuannya inilah nantinya Garuda menjadi tunggangan Dewa Wisnu.   
 Perjuangan Garuda dalam membebaskan ibunya inilah rupanya yang juga menginspirasi lahirnya lambang negara kita, Garuda Pancasila. Selain dalam kitab Adiparwa, Kisah Garuda membebaskan ibunya dari perbudakan juga diabadikan pada 3 relief Candi Kidal yang dibangun pada abad ke-13. Pada relief pertama terdapat gambar Garuda bersama tiga ekor ular naga. Di relief kedua terdapat gambar Garuda mengusung bejana air amerta di atas kepalanya. Di relief ketiga terdapat gambar Garuda menggendong Dewi Winata (Ibunya).
 
Berikut kisahnya; diceritakan bahwa Bagawan Kashyapa memiliki empat belas istri. Dari keempat belas istrinya, dua di antaranya belum melahirkan keturunan, yaitu Dewi Winata dan DewiKadru. Atas permohonan keduanya, Bagawan Kashyapa memberi seribu butir telur kepada Dewi Kadru, sedangkan dua butir telur diberikan kepada Dewi Winata. Kedua dewi tersebut lantas merawat telur pemberian Bagawan Kashyapa. Pada saat waktunya menetas, seribu telur yang diberikan kepada Dewi Kadru menetas dan lahirlah seribu ular. Semua ular tersebut dipelihara sebagai anak oleh Dewi Kadru. Sementara itu, telur yang dirawat Dewi Winata belum menetas. Karena malu dengan Dewi Kadru, Dewi Winata memecahkan sebutir telurnya. Karena belum waktunya menetas, maka telur yang dipecahkan Dewi Winata berbadan tidak sempurna, yakni tidak memiliki anggota tubuh dari pinggang ke bawah. Makhluk itu lantas diberi nama Aruna.

Pada suatu hari Dewi Winata dan Dewi Kadru mendengar kabar tentang seekor kuda bernama Uccaihsrawa. Dewi Winata mengatakan bahwa warna kuda tersebut putih semua, sedangkan Dewi Kadru menyatakan bahwa tubuh kuda tersebut berwarna putih sedangkan ekornya saja yang hitam. Karena berbeda pendapat, mereka berdua bertaruh, siapa yang tebakannya salah akan menjadi budak dari yang menang tebakan. Kesepakatannya, esok hari keduanya akan menyaksikan warna kuda itu sekaligus menentukan siapa yang salah.
 
Dewi Kadru lantas menceritakan taruhan tersebut kepada anak-anaknya. Semua anaknya  mengatakan bahwa ibunya akan kalah karena warna bulu kuda tersebut putih dari kepala hingga ekornya. Karena takut kalah taruhan, maka ia menyuruh anak-anaknya untuk memercikkan bisa ke ekor kuda tersebut agar warnanya berubah menjadi hitam. Pada awalnya anaknya menolak untuk melaksanakannya karena perbuatan tersebut curang. Mendengar penolakan anakanya, Dewi Kadru marah dan mengancam mengutuk anak-anaknya supaya mati ditelan api pada saat upacara pengorbanan ular yang diselenggarakan Raja Janamejaya. Karena takut dengan amarah ibunya, anak-anaknya akhirnya melaksanakan perintah ibunya. Merekapun memercikkan bisa ke ekor kuda sehingga bulu yang putih kemudian menjadi hitam. Keesokan harinya, setelah Dewi Kadru dan Dewi Winata menyaksikan kuda tersebut, Dewi Kadru memenangkan taruhan sehingga Dewi Winata harus menjadi budaknya. Dewi Winata kemudian diminta untuk mengasuh ke seribu anak Dewi Kadru.

Sementara itu, satu telur lagi yang diasuh Dewi Winata akhirnya menetas. Dari telur tersebut muncul burung gagah perkasa yang diberi nama Garuda. Sosok Garuda digambarkan bertubuh emas, sayapnya merah dan badannya putih dengan tubuh seperti manusia. Garuda kemudian mencari-cari ibunya. Pada akhirnya ia mendapati ibunya diperbudak Dewi Kadru. Karena tidak tega melihat ibunya diperbudak, Garuda pun rela melakukan apa saja buat menebus ibunya. Syarat menebus ibunya berat, karena Garuda wajib menyediakan pusaka tirta amerta untuk Kadru dan anak-anaknya. Air tirta amerta merupakan air keabadian, siapapun yang meminumnya akan abadi laiknya para dewa. Meski berat, Garuda sudah membulatkan tekad untuk membebaskan ibunya. Ia pun menyanggupi akan mendapatkan air tirta amerta tersebut. Syahdan akhirnya Garuda berhasil melewati segala rintangan demi mengambil pusaka tirta amerta, dan berhasil melepaskan ibunya dari perbudakan. Kisah ini mengajarkan kepada kita semua bahwa Ibu adl orang yang harus senantiasa dimuliakan. Sabda ibu adl sabda Tuhan, Ia adalah wakilNya yang berada di dunia. Bahkan, surgaNyapun juga berada di bawah telapak kakinya.
Setiap lungkan yang ada di dalam sunggingan ini  merupakan gambaran dari pertarungan antara kebaikan dan kejahatan, antara hitam dan putih. Singa bertarung dengan gajah. Banteng dengan macan. Elang dengan ular dan kucing dengan anjing. Tak lupa guna melengkapi keindahannya diisi dengan berbagai latar lung pakis dan motif megamendung yang semakin membuat warangka ini cantik. Apalagi ditambah dengan handle keris berwujud ganesha yang disungging prada emas dengan bagus semakin menambah wibawa keris ini.

Komentar

Postingan Populer