Tombak, mengapa dinomorduakan?
Tanpa kita sadari,
dalam setiap peperangan yang menjadi dasar terbentuknya kerajaan-kerajaan yang
ada di nusantara, tak pernah lepas dari peran senjata dalam hal ini tosan aji
sebagai media dalam menegakkan kekuasaan. Salah satu yang menarik bagi saya
adalah kehadiran tombak-tombak pusaka yang menjadi tumpuan utama para senapati
atau panglima perang dalam berbagai kisah pertempuran. Beberapa pusaka yang
menempati kedudukan tertinggi dan dipercaya memiliki kekuatan paling magis
mendapat tambahan gelar Ageng sehingga selengkapnya bergelar Kanjeng Kyai Ageng
(KKA). Salah satu pusaka tersebut adalah KKA Pleret, sebuah tombak yang konon
pernah digunakan oleh Panembahan Senopati untuk melawan Adipati Arya Penangsang
yang menyandang tombak pusaka Kanjeng Kyahi Muntap. Tombak ini kini menjadi
pusaka terkeramat di keraton Yogyakarta dan mendapat kehormatan setara dengan
kehormatan Sultan sendiri.
Penghormatan terhadap K.K.A Pleret ini telah
dimulai sejak Panembahan Senopati sebagai simbol syukur karena dengan wasilah
tombak tersebut bisa mengalahkan Aryo Penangsang dan mendapatkan hadiah Bumi
Mentaok, Mataram. Bentuk penghormatan ini diantaranya hanya raja atau Pangeran
Sepuh yang diperkenankan menjamah pusaka K.K.A Pleret pada upacara siraman di
keraton Ngayogyakarta. Di Keraton Yogyakarta, upacara jamasan pusaka K.K.A.
Pleret hanya diselenggarakan sekali dalam setahun, pada hari Selasa Kliwon atau
Jumat Kliwon pada bulan suro dalam hitungan penanggalan jawa. Selain itu, gelar
Kanjeng Kyahi Ageng hanya diperuntukkan bagi pusaka-pusaka utama yang memiliki
nilai historis bagi tegak berlangsungnya keraton tersebut. Sehingga tepat bila
tombak K.K.A Pleret menjadi pusaka utama di keraton menilik dari kisah
perjalannya. Selain K.K.A. Pleret, di Keraton Yogyakarta juga ada pusaka lain
berupa tombak seperti Kanjeng Kyai Gadatapan, tombak yang digunakan oleh
Pangeran Mangkubumi (kelak HB I) dalam peperangan di Bagelen, Kanjeng Kyai
Gadawedana, sebagai pendamping Kanjeng Kyai Ageng Pleret serta Tombak
Kanjeng Kyai Wijoyo Kusumo. Selain Kanjeng Kyai Gadatapan, juga ada
tombalKanjeng Kyai Klerek yang dianggap berjasa karena dipakai membunuh perwira
Belanda, Mayor Clereq pada perang Jenar di desa Bagelen. Pemegang tombak
Kanjeng Kyai Klerek pada waktu itu adalah abdi dalem Mantrijero Wiradigda yang
berhasil membunuh Kapten Clereq pada tanggal 12 Desember 1751 atau tanggal 12
Suro tahun 1677 Jumawal.
Lalu, jika kedudukan tombak sebegitu pentingnya, mengapa dalam perjalanan saat ini tombak justru dinomorduakan selepas keris atau tosan aji lainnya? Dalam pengamatan saya, para pelestari dan kolektor tosan aji masih jarang yang melirik tombak sebagai pusaka dan koleksi utama seperti saat mereka melirik keris dan berbagai tosan aji lainnya. Barangkali ini berproses, namun seiring dengan kesadaran orang untuk mengkoleksi keris dan tosan aji berdasarkan pada material bahan bilahnya, saya yakin ke depan orang akan berlomba-lomba untuk mengkoleksi tombak dengan material pilihan. Pada saatnya nanti tombak saya yakin bukan tidak mungkin akan menjadi primadona para kolektor keris dan tosan aji Indonesia....Aamiin...
Lalu, jika kedudukan tombak sebegitu pentingnya, mengapa dalam perjalanan saat ini tombak justru dinomorduakan selepas keris atau tosan aji lainnya? Dalam pengamatan saya, para pelestari dan kolektor tosan aji masih jarang yang melirik tombak sebagai pusaka dan koleksi utama seperti saat mereka melirik keris dan berbagai tosan aji lainnya. Barangkali ini berproses, namun seiring dengan kesadaran orang untuk mengkoleksi keris dan tosan aji berdasarkan pada material bahan bilahnya, saya yakin ke depan orang akan berlomba-lomba untuk mengkoleksi tombak dengan material pilihan. Pada saatnya nanti tombak saya yakin bukan tidak mungkin akan menjadi primadona para kolektor keris dan tosan aji Indonesia....Aamiin...
Komentar
Posting Komentar