Status dan Kelas Keris
Pada awalnya, di tanah jawa (jawa tengah dan jawa
timur) keris diciptakan hanya untuk memberikan tuah kesaktian, kekuasaan dan
wibawa. Keris adalah suatu benda yang menjadi kebanggaan masyarakat pada
umumnya dan merupakan lambang status / derajat pemiliknya. Keris menjadi
"keharusan" untuk dimiliki oleh para pejabat, baik raja, keluarga
kerajaan atau bangsawan, orang-orang kaya, para senopati sampai prajurit
(prajurit biasanya menggunakan jenis tombak), pejabat bupati sampai lurah desa.
Di kalangan masyarakat umum-pun hampir semua orang laki-laki ingin memiliki
keris, terutama mereka yang memiliki ilmu beladiri.
Mengenai kelengkapan dan kemewahan hiasan /
perabot keris adalah tergantung pada akan diberikan kepada siapa keris itu
nantinya, tergantung pada status pribadi si pemilik keris di masyarakat.
Semakin tinggi status kedudukan sang pemilik keris, maka akan semakin lengkap
dan mewah hiasan kerisnya.
Sesuai status pemiliknya di masyarakat, keris
mempunyai kelas-kelas sendiri, yaitu sebagai berikut :
1. Keris Raja.
Keris raja ada 3 macam, yaitu
keris yang menjadi pegangan sang raja sehari-hari (dipakai oleh sang raja),
keris yang merupakan keharusan untuk dimiliki oleh sang raja (biasanya
digunakan dalam upacara-upacara kerajaan) dan keris yang diberikan /
dipersembahkan oleh orang lain kepada raja. Selain yang sehari-hari dipakai
oleh sang raja, keris-keris itu disimpan dalam ruangan pusaka kerajaan
(keraton).
2. Keris Kerajaan.
Yaitu keris yang oleh
pemerintahan kerajaan diandalkan untuk mengamankan kerajaan dari gangguan
kerusuhan, pemberontakan atau serangan secara gaib. Keris jenis ini baru akan
dikeluarkan bila ada upacara-upacara kerajaan atau bila terjadi situasi yang
mendesak dan berbahaya. Contohnya adalah sepasang keris Nagasasra dan Sabuk
Inten. Sepasang keris ini, menurut sejarahnya, juga pernah digunakan untuk
membersihkan wilayah kerajaan Majapahit pada saat terjadi wabah penyakit sampar
yang menyerang rakyatnya. Contoh lainnya adalah pusaka Bende Mataram yang
digunakan oleh kerajaan Mataram (Panembahan Senopati) untuk menaikkan semangat tempur
prajurit Mataram, tetapi sekaligus merusak psikologis prajurit musuh, pada saat
berperang melawan prajurit kerajaan Pajang (Sultan Hadiwijaya).
3. Keris keluarga kerajaan / bangsawan, bupati /
adipati.
Jenis ini adalah keris-keris
yang memiliki tanda / bentuk tersendiri sesuai statusnya. Contohnya adalah
keris ber luk lima (pandawa) dan keris Singo Barong. Jenis keris ber luk lima
atau keris pandawa dan keris Singo Barong hanya boleh dimiliki oleh raja,
keluarga kerajaan / bangsawan, bupati dan adipati. Selain mereka, bahkan
menteri kerajaan, panglima, senopati dan prajurit, demang dan lurah, tidak
boleh memilikinya, apalagi rakyat biasa.
4. Keris untuk menteri dan pejabat kerajaan,
panglima, senopati dan prajurit.
Keris-keris ini memiliki tanda
khusus yang melambangkan status mereka di kerajaan dan biasanya memiliki
hiasan-hiasan yang melambangkan derajat mereka.
5. Keris untuk orang-orang kaya (yang bukan kerabat
kerajaan), demang dan lurah.
Biasanya memiliki
hiasan-hiasan yang melambangkan derajat mereka.
6. Keris
milik panembahan, seorang raja/keluarga raja yang sudah mandito.
7. Keris untuk rakyat biasa.
Biasanya tidak memiliki
hiasan-hiasan yang mewah, sesuai budaya dan kebiasaan mereka untuk merendahkan
diri.
Sesuai jenis keris-keris
tersebut di atas, para empu pembuatnya pun terbagi-bagi sesuai kelasnya
masing-masing yang diterima dan diakui di masyarakat dan di lingkungan
perkerisan, yaitu empu kerajaan, empu kelas menengah dan empu desa. Gaib dalam
sebuah keris, karakteristik khusus keris Keris adalah salah satu produk
kebudayaan jawa dan juga bangsa melayu pada umumnya. Di pulau Jawa khususnya,
pada jamannya, keris merupakan lambang derajat pemiliknya, lebih dari sekedar
senjata perang / tarung. Ada aturan-aturan yang harus dipatuhi di masyarakat
tentang cara mengenakan keris dan jenis-jenis keris yang boleh dimiliki oleh
seseorang.
Seorang
rakyat biasa tidak diperkenankan memiliki keris yang diperuntukkan untuk
seorang senopati. Seorang senopati tidak boleh memiliki keris yang
diperuntukkan untuk seorang raja, dsb. Bila ada seseorang memiliki keris yang
derajatnya lebih tinggi dari kedudukan dirinya di masyarakat, maka orang itu
tidak akan menyimpannya untuk dirinya sendiri. Biasanya akan diserahkan /
dipersembahkannya kepada orang lain yang pantas untuk memilikinya. Demikianlah,
kerispun memiliki kelas-kelasnya sendiri sesuai kepantasan dari status
pemiliknya di masyarakat.
Komentar
Posting Komentar